Geser lagi sekarang kita akan membahas PPDS yang cukup menantang jam tidur anda. Karena dia tidur dan membangunkanmu. Apalagi kalau bukan PPDS Anestesi! Jika Anda benar-benar suka membangunkan dan menidurkan pasien, inilah cara ninja Anda!
Table of Contents
Apa yang kita ketahui tentang PPDS Anestesi:

- Hanya ada 2 pusat yang tidak memiliki program studi ini! Semua pusat di Jawa-Bali bahkan Kalimantan memiliki program studi ini. Bahkan di Sumatera hampir semua pusat memilikinya, kecuali UNAND. Sedangkan di Sulawesi hanya di UNHAS. Periksa tabel di sini.
- Lama Studi Aantara 7-8 semester lho! Itupun jika berjalan dengan baik.
- Biaya Belajar: SPP 6-19,5 juta/semester dengan donasi mencapai 102 juta! Faktanya, UNS merupakan pusat dengan biaya pendidikan terendah (6) namun juga dengan kontribusi tertinggi (102). UNSYIAH dan UNAIR memiliki biaya pendidikan yang sama (10), sedangkan biaya pendidikan tertinggi ada di UNPAD (19,5) dan UNUD (18). Sumbangan terendah terdapat di UNSYIAH, UNDIP dan UNPAD (20), di luar perguruan tinggi yang menggunakan sistem UKT (UGM, UNUD) dan DKA (USU)
Mengapa anestesi PPDS?
Jika Anda merasa senang, memiliki rasa bangga ketika berhasil membimbing pasien melewati masa kritisnya, maka Anda cocok menjadi PPDS Anestesi seperti dr. Laksmi Senja A (PPDS UI) yang saat ini sedang menjalani program pendidikannya.
“Bidang ilmunya juga luas, kita mempelajari fisiologi pasien dari neonatus hingga geriatri, penyakit penyerta jantung, paru, ginjal, endokrin, pertimbangan pembedahan mulai dari obgyn, cardio, ortho, transplantasi,” ujarnya. Bagi yang tidak bisa memilih salah satu jurusan, maka anestesi bisa menjadi pilihan. Selain itu, anestesi adalah kombinasi dari kondisi akut, perawatan kritis, dan penyelamatan nyawa!
Sementara itu dr. Erik Jaya G (PPDS UNAIR) melihat anestesiologi sama halnya dengan perawatan intensif, dimana hal-hal kecil menjadi perhatian bagi seorang intensifis, “bahkan tindakan yang terlihat sederhana justru menyelamatkan pasien,” tambah dr. Erik.
Tujuan seorang dokter anestesi adalah keamanan, kenyamanan, dan mengulur waktu (khususnya untuk perawatan intensif, mengambil alih fungsi kehidupan sambil menunggu perbaikan dari penyakit primernya).
Prospek Cerah?
Banyak orang yang tidak menyadari bahwa keberadaan dokter anestesi sangat dibutuhkan oleh pasien dan rekan kerja lainnya. “Misalnya mau operasi, anestesi di bawah anestesi. Pasien MR/CT scan dalam keadaan gelisah sehingga diperlukan obat bius yang menyertainya. Pasien syok dengan akses yang sulit, sehingga anestesi dipasang dengan axel sentral, pasien kritis perlu intubasi/ventilator juga masuk anestesi, nyeri yang tidak tertangani dengan anestesi karena pertimbangan opioid dan blok saraf, “kata dr. Late sore.
Hal ini sejalan dengan pendapat dr. Erik. Di rumah sakit sendiri cakupan anestesinya cukup luas, mulai dari ruang operasi, ICU, gawat darurat, poliklinik (poliklinik nyeri) dan anestesi non ruang operasi yang berperan dalam mendampingi sedasi di ruang radiologi misalnya. Dan semakin besar rumah sakit, semakin besar kebutuhan akan ahli anestesi.

Bagaimana dengan di daerah tersebut? Ternyata dokter anestesi masih banyak dibutuhkan. Yang jelas dalam satu rumah sakit tipe CD saja pasti dibutuhkan minimal 2 orang dokter anestesi, “karena dokter anestesi tidak mungkin bekerja 7×24 jam” tambah dr. Sore sore. Bahkan, di kabupaten tempat dr. Senja yang bertugas duluan, 3 dokter anestesi di rumah sakit tipe B masih belum cukup lho. Menantang bukan?
Tetapi….
Persiapan menjadi dokter anestesi juga cukup banyak. Selain harus menguasai ilmu-ilmu penyelamat jiwa seperti ACLS-ATLS, calon PPD anestesi juga harus mempelajari kembali ilmu fisiologi dan farmakologi.
Karena pekerjaannya yang berat, dr. Senja juga berpesan padamu untuk selalu menjaga kondisi fisikmu dan harus ada disana Penjelasan dan persetujuan dari keluarga demi kelancaran program pendidikan ini.

Dr Erik juga menambahkan, selain kuat secara fisik juga butuh waktu sehingga harus bersiap. Jadwal jaga PPDS Anestesi bisa dibilang terbilang padat. Untuk bidang keilmuan, jangan lupa sertakan biokimia dan patofisiologi terapan dalam daftar hal yang wajib dipelajari jika memang ingin masuk PPDS Anestesi.
Selain itu, calon PPDS harus mempunyai motivasi yang kuat, karena perjalanannya akan berat. Untuk seleksi PPDS, ada satu tips dari dr. Erik, “jual diri sendiri, seperti orang yang ingin melamar pekerjaan. Ceritakan semua pengalaman yang kamu alami, konsisten dalam menjawab dan jujur.”
Tidak harus memiliki pengalaman PTT, namun teman-teman bisa berbagi pengalamannya dalam menangani kasus-kasus darurat yang pernah ditangani sebelumnya, misalnya saat kita bekerja di IGD.
“Karena penguji akan menilai respon kita dalam menghadapi situasi kritis. Poin-poin penting apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Tidak terlalu menjadi masalah apakah hasil akhirnya hidup atau mati. Tapi lebih terlihat apa yang kita lakukan dan lakukan. bagaimana cara memperbaikinya,” jelas dr. Erik.
Sementara di bidang keilmuan, kita juga harus berhati-hati. Tak jarang pewawancara menanyakan hal-hal yang bersifat molekuler, karena seperti program studi lainnya, penelitian di bidang anestesi juga semakin berkembang. Jadi, persiapkan dirimu.
Oke, siapa yang siap jadi PPDS Anestesi?