Ponpes Wali Barokah Kediri


Pondok Pesantren Walibarokah, Burengan, Banjaran, Kediri
di bawah naungan Yayasan Wali Barokah telah didirikan atas gagasan KH. Nurhasan Al Ubaidah bin KH Abdul Aziz.
Sejarah berdirinya Yayasan Wali Barokah dimulai pada tahun 1950, pada saat KH. Nurhasan Al Ubaidah berdakwah hingga wilayah Kabupaten Kediri. Dakwahnya dilakukan di surau milik Mbah Damah yang saat itu dikenal sebagai orang kaya di Desa Burengan, Kecamatan Pondok Pesantren, Kabupaten Kediri. Pada saat itu diadakan acara pembacaan Al-Quran yang dihadiri oleh 25 (dua puluh lima) orang.

Berkat kesabaran dan kegigihannya, lambat laun ia membeli rumah di Jalan Kenari No. 9 yang letaknya bersebelahan dengan surau Mbah Damah (kini bernama Jalan Letjend. Awang gang I/21 Kediri) yang menjadi cikal bakal Pondok Pesantren di Desa Burengan, Pondok Pesantren, Kabupaten Kediri dan Desa Banjaran, Kecamatan Kota, Kabupaten Kediri yang akhirnya menjadi Pondok Pesantren besar tersebut diberi nama Pondok Pesantren Burengan Banjaran Kediri.

Pada akhir tahun 1971 karena kondisi fisik KH. Nurhasan Al Ubaidah mulai mengalami kemunduran dan sakit-sakitan yang cukup lama, sehingga pengelolaan Pondok Burengan Banjaran Kediri diserahkan kepada Yayasan Pekerja Islam (Lemkari) di bawah pimpinan Drs Bachroni Hartanto.

Pada hari Kamis tanggal 11 Maret 1982 beliau meninggal dunia dan sebagai pengukuhan hukum, pada tanggal 3 Mei 1983 ahli waris yang diwakili oleh KH. Abdul Dhohir menyerahkan kepengurusan Pondok Pesantren Burengan Banjaran Kediri kepada pendiri Lemkari Raden Eddy Masiadi, Drs Bachroni Hartanto, Soetojo Wirjo Atmodjo BA, Wijono BA, Drs. Nurhasjim yang dalam nota serah terimanya diwakili oleh Drs Bachroni Hartanto untuk dan atas nama Direktori Pusat Lemkari yang saat itu juga menjabat sebagai Pimpinan Pondok Pesantren Lemkari Burengan-Banjaran Kediri.

Dalam perkembangannya Pesantren Lemkari kemudian diterima dengan nama tersebut YAYASAN PENJAGA BAROKAH mengembangkan sarana dan prasarana antara lain gedung DMC, Gedung Wali Barokah yang digunakan sebagai ruang utama kegiatan belajar mengajar dan menara tertinggi di Indonesia yaitu menara asma’ulhusna (lihat Asmaulhusna menara Islam tertinggi di Indonesia).

Sesuai dengan namanya, menara ini memiliki tinggi 99 (sembilan puluh sembilan) meter dengan kubah/mahkota berlapis emas seberat 60 kg. Menara Asmaulhusna bisa dilihat dari berbagai sudut kota Kediri. Di sisi lain, jamaah Muslim bisa melihat keseluruhan Kota Kediri dari ketinggian balkon masing-masing menara. Menara Asma’ul Husna saat ini tercatat sebagai menara Islam tertinggi di Indonesia dan menjadi ikon (landmark) Kota Kediri yang sangat menonjol dan indah.

BACA JUGA   Lowongan Kerja Haus Indonesia Terbaru

BACA JUGA   Cara Mengatasi Printer Epson L3110 Paper Out or Incorrect Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *